Resensi Novel: Jasmine (Cinta yang Menyembuhkan Luka)
Judul
Buku : Jasmine, Cinta Yang Menyembuhkan Luka
Penulis
: Riawani Elyta
ISBN
: 978-602-8277-91-4
Penerbit
: INDIVA Media Kreasi
Tebal
Buku : 320 halaman
Ukuran
: 19 cm
Harga
Buku : Rp42.000,-
Jasmine
dan Dean adalah dua orang yang saling mencintai di balik segala konflik dan
masalah yang melingkupi mereka. Rasa kesepian membuat mereka saling memiliki.
Namun semua itu tidak dapat berjalan seindah rencana mereka. Dean masih
berkubang dalam lingkaran kejahatan yang dibuatnya sendiri dan harus
mempertanggung jawabkan perbuatannya itu. Sementara Jasmine juga tak bisa lepas
dari bayangan masa lalu yang menghantuinya.
Dean
adalah seorang cracker handal yang
telah membentuk sebuah jaringan yang beroperasi di bawah perintahnya. Mereka menjulukinya
The Prince, otak dari jaringan
tersebut sekaligus orang yang paling mereka andalkan. Mereka melakukan
pembobolan kartu kredit, pemalsuan identitas dan banyak hal lain yang dapat
dikategorikan sebagai tindakan kriminal.
Jasmine sendiri harus mendapati dirinya
terdampar pada sebuah yayasan sosial, namun pada akhirnya menemukan secercah
cahaya di sana. Ia belajar banyak dari wanita bernama Malika. Meskipun akhirnya ia kabur dari tempat itu karena
nalurinya yang senantiasa waspada memberi peringatan kalau dirinya sedang
berada dalam zona tak aman. Di sisi lain, seorang wanita bernama Rowena sedang
mencari putrinya yang menghilang secara tiba-tiba. Gadis bernama Raisa yang
ternyata memiliki banyak kemiripan dengan Jasmine.
Dean
dan Jasmine bertemu dalam keadaan yang tak memungkinkan mereka untuk bersama.
Mereka akhirnya terpisah untuk sementara dan hidup dengan cara mereka
masing-masing sebelum sebuah takdir kembali mempertemukan mereka. Tapi pertemuan
tersebut ternyata tak bermakna kebersamaan, melainkan sebuah jalan yang telah
diatur untuk mengakhiri konflik
berkepanjangan yang mengungkung hidup
mereka selama ini. Jasmine harus kembali berurusan dengan orang-orang yang tak
tak menghendaki keberadaannya dan membuatnya dilema antara ingin membantu Dean
atau menuruti kata hatinya untuk mengungkap kebenaran yang dapat mengakibatkan
pria itu mendekam lama di sel tahanan.
Apakah
akhirnya mereka dapat memiliki waktu bersama lebih lama saat Jasmine akhirnya
kembali menyadari bahwa perbedaan di antara mereka terlalu jauh terbentang?
***
Novel
ini merupakan novel kedua dari penulis yang saya baca. Mbak Riawani Elyta
merupakan salah satu penulis yang cukup produktif menghasilkan berbagai novel.
Tulisan-tulisan penulis, menurut kaca mata saya sebagai pembaca, sarat dengan idealisme
yang sebetulnya mencerminkan kepribadian dan prinsip besar yang dipegang teguh
di setiap tulisannya. Idealis dan tetap produktif menghasilkan karya merupakan
dua hal yang tak mudah namun justru akan menunjang umur panjang seorang penulis
dan tentunya mendatangkan kepuasan batin bagi penulis itu sendiri.
Seperti
biasa, penulis mengangkat tema-tema yang jarang diangkat penulis lain dalam
sebuah novel roman. Tema segar yang memuat isu tentang Cybercrime, Human Trafficking serta HIV/AIDS. Tema yang lumayan rumit namun berhasil dirangkai penulis
menjadi sebuah cerita inspiratif yang mungkin dapat mengasah kepekaan serta
mengubah sedikit paradigma kita dalam memandang masalah-masalah di atas.
Karya
ini, lagi-lagi menghadirkan sebuah setting kuat yang dibangun penulis dari
sebuah kota yang saat ini sedang berkembang pesat di Kepulauan Riau sana. Latar
belakang penulis yang memang berpotensi menguasai latar tempat dalam cerita (Kota
Batam) merupakan salah satu unsur penting yang membuat setting tempatnya terasa
lebih nyata. Hal ini berhasil dieksplor penulis
dan dimasukkannya dengan sangat rapi ke dalam elemen-elemen cerita, bergumul
dengan konflik serta karakter tokoh dan akhirnya
menciptakan suatu paduan yang utuh.
Label
“Pemenang Lomba Menulis Novel Inspiratif Indiva” merupakan salah satu daya
tarik yang membuat saya akhirnya memilih memasukkan novel ini dalam daftar
bahan bacaan penutup tahun 2013. Berharap di dalamnya akan ada kisah yang
membuat saya terkesan dan membuatnya layak menjadi kisah penutup berbagai
rangkaian cerita yang saya baca di sepanjang tahun ini. Dan harus saya akui,
pilihan ini ternyata sama sekali tidak salah. Novel ini, dengan segala
keunikannya berhasil membawa saya berpetualang menjelajahi ruang-ruang cerita
yang tidak mainstream dan tentu
membekaskan banyak hal dalam benak setiap pembacanya. Saya akhirnya paham
alasan mengapa novel ini terpilih menjadi salah satu pemenang lomba Indiva.
Tokoh
sentral dalam novel ini ada dua, yaitu Dean Pramudya dan Jasmine. Mereka
memiliki karakter yang kuat dan dapat menarik simpati pembaca untuk terus
menyelami watak keduanya. Keduanya sama-sama introvert dan sulit meleburkan
diri dalam interaksi sosial dalam bentuk apapun. Dean memiliki konflik dengan
keluarga dan jati dirinya, Jasmine memiliki konflik dengan masa lalu yang ingin
ditenggelamkannya dalam-dalam hingga tak lagi terjangkau oleh memorinya. Bedanya,
kalau Jasmine terjebak dalam masalah yang rumit karena keadaan ekonomi yang
tidak mendukung, Dean malah memilih melepaskan diri dari lingkaran kekayaan ayahnya
yang membuatnya terbelenggu dan kesepian. Hubungan keduanya terkesan misterius
sebab penulis memang sejak awal tidak secara gamblang menjelaskan bentuk
hubungan mereka, namun terlebih dahulu memperkenalkan kita dengan
masalah-masalah pelik yang dihadapi Dean dan Jasmine.
Karakter
Jasmine yang keras dan tertutup memiliki latar belakang dan alasan yang cukup
kuat yang pada akhirnya akan diungkapkan penulis di akhir cerita. Dean yang
berkarakter dingin, ambisius dan cerdas juga memiliki alasan mengapa ia
akhirnya terjebak dengan pilihannya yang sering kali bertentangan dengan keinginan
orang banyak. Tokoh pendukung lain
seperti Rowena, Ioran, Luthfi dan Malika juga memegang peranan penting dalam
perkembangan cerita. Tokoh Malika yang muncul cukup singkat bahkan membuat
suatu perubahan berarti dalam karakter Jasmine. Ioran yang menjadi salah satu
juru kunci perkembangan konflik yang dialami Dean, Luthfi dan Rowena sebagai
tokoh yang mengawal perkembangan karakter hingga akhir. Masing-masing tokoh memiliki porsi
yang pas dalam penceritaannya sehingga tak ada tokoh yang muncul sia-sia dan
hanya memperpanjang cerita.
Alurnya
cepat, padat dan teratur, ada sedikit flashback
yang memungkinkan pembaca mengerti isi kepala para tokoh. Plot cerita
disusun sedemikian rupa hingga menghasilkan cerita yang runut dan logis. Semua
benang kusut yang membentang sepanjang cerita akhirnya menemukan penyelesaian
di akhir dan hal itu membuat pembaca dapat menutup novel dengan rasa puas.
Novel ini juga memunculkan berbagai
tanda tanya di benak pembaca dan membuat kami tak ingin berhenti hingga misteri
itu terkuak sepenuhnya. Dan akhirnya, harus saya akui bahwa twist yang dimunculkan penulis lumayan
membuat saya terkecoh. Satu twist kecil
dan dan twist besar yang keduanya terkait
Bu Rowena membuat saya merasa tertipu dan mengecek kembali halaman-halaman
sebelumnya. Akhirnya saya menyerah bahwa kejutan yang dibuat penulis memang
logis dan tidak bertentangan dengan logika yang dipaparkan sebelumnya.
Di balik kelebihan tersebut, sebuah
karya fiksi tentu memiliki keterbatasan dan juga mengandung beberapa
kekurangan, termasuk novel ini. Salah satu kekurangan dari novel ini, yaitu
adanya penggambaran fisik Dean yang berulang kali disebutkan penulis sebagai
pria yang tampan. Sebaiknya penggambaran ini bisa diganti dengan deskripsi lain
yang memiliki arti yang sama atau mungkin bentuk penggambaran yang memungkinkan
pembaca membayangkan tampilan fisik tokoh tanpa perlu menyebutkan kata ‘tampan’
berulang kali.
Sinopsis novel menyebutkan bahwa
tokoh Dean adalah tokoh yang menebar petaka namun masih tersisa sepenggal
nurani dalam jiwanya. Namun sangat di sayangkan, dalam novel ini, baru pada
halaman 240 terdapat gambaran bahwa Dean memiliki sisi lain yang sebetulnya rapuh. Pada halaman tersebut Dean tiba-tiba
saja merindukan Dzat penciptanya tanpa adanya pergolakan batin yang diceritakan
sebelum-sebelumnya. Penulis fokus pada pergolakan batin Jasmine dan mungkin
mengabaikan gambaran tentang Dean yang seharusnya masih memiliki nurani dalam
jiwanya seperti yang disebutkan dalam sinopsis.
Masalah keluarga yang seharusnya
selesai pada halaman terakhir juga masih menyisakan tanda tanya dalam benak
pembaca. Apakah akhirnya Dean dapat berdamai dengan keluarganya atau tetap
seperti dulu. Hidayah yang diperoleh Dean saat dalam penjara pun tidak
dijelaskan lebih lanjut. Mungkin ini berkaitan dengan Open ending yang dipilih penulis untuk mengakhir cerita. Sehingga
pembaca diberi ruang untuk menjabarkan sendiri akhir dari cerita tersebut.
Sebagai seorang pembaca, saya
benar-benar terhibur dengan novel ini. Tidak hanya terhibur, tapi juga salut
dengan konsistensi penulis dalam membangun cerita sekaligus memasukkan idealisme
di dalamnya. Ide-ide yang tak biasa dan juga penuturan cerita yang indah khas
Riawani Elyta membuat kalian layak membaca dan memiliki novel ini.
4,5 from 5 stars.
Seru banget nih, padahal baru baca resensinya aja (^^)