Review Novel: These Things Hidden (Heather Gudenkauf)
Judul: These Things
Hidden (Segala yang Tersembunyi)
Penulis: Heather
Gudenkauf
Penerbit: Gramedia
Pustaka Utama
Penerjemah: Aimee
Monica Santoso
Editor: Rini Nurul
Badariah
Tahun Terbit: 2015
Tebal: 368 hlm
Peresensi: Nay
Novel ini mengangkat
tentang polemik hukum Suaka Aman, yang telah diberlakukan oleh puluhan negara.
Sesuai catatan penulis yang dicantumkan pada bagian akhir buku, hukum yang
menimbulkan pro dan kontra ini bertujuan untuk melindungi orang tua (atau orang
lain dengan seizin orang tua) untuk meninggalkan bayi mereka (bila mereka tidak
menghendaki kehadirannya atau tidak sanggup mengurusnya) di rumah sakit atau
tempat-tempat yang telah ditunjuk oleh pemerintah tanpa takut ditahan atas
tuduhan penelantaran anak. Detail hukum di masing-masing negara berbeda, tapi
intinya adalah perlindungan terhadap anak dan para orang tua tersebut.
Cerita dalam novel ini
mengisahkan seorang gadis berusia 21 tahun bernama Allison, yang pada usia 17
tahun sangat populer, pandai, aktif dalam berbagai kegiatan olahraga dan
merupakan kebanggaan orang tuanya harus mendekam dalam penjara atas tuduhan pembunuhan terhadap bayinya yang
baru saja lahir. Gadis ini menenggelamkan bayinya di Sungai Druid yang terletak
di belakang rumahnya beberapa menit setelah persalinan. Atas jasa pengacaranya,
Allison dapat terhindar dari tuntutan hukuman 50 tahun penjara dan dibebaskan
secara bersyarat lima tahun kemudian karena berkelakuan baik. Tapi entah
mengapa Allison pun tidak sepenuhnya merasa sengsara meskipun penghuni penjara
Cranville bersikap buruk padanya.
“Bagaimana dapat kujelaskan bahwasetelah terbiasa dengan kurungan, makanan yang tidak enak, brutalitas penjara, setelah menerima bagaimana dan alasan berada di sini, aku benar-benar merasa nyaman. Untuk pertama kalinya dalam hidup aku tak perlu menjadi sempurna,” (hlm 71)
Di sinilah cerita mulai
bergulir, dengan alur yang menurutku agak lambat. Allison akhirnya ditempatkan
di rumah singgah yang berisi wanita-wanita mantan narapidana dengan tingkat kejahatan
yang berbeda-beda. Namun bagaimanapun, mereka tidak bersedia bergaul dengan
Allison karena menganggap bahwa kejahatan apapun yang mereka lakukan, tidak
sebanding dengan perbuatan Allison atas pembunuhan bayinya sendiri. Allison
mencoba memulai hidup baru di rumah singgah sebab tak ada satupun tempat yang
ingin menerimanya. Namanya telah dihapuskan oleh orang tua dan adiknya sejak ia
dibawa ke kantor polisi lima tahun lalu.
“Kutahan isakan lalu berlari ke arah lemari dan menarik pintunya terbuka. Kosong. Tak ada pakaian, sepatu, dus-dus berisi kenangan. Aku dihapus.” (hlm 184)
Novel memiliki alur
maju mundur yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan cerita serta twist
yang akan dimunculkan penulis. Salut dengan kelihaian penulis memainkan berbagai
sudut pandang sehingga berhasil membawa pikiran pembaca kemana-mana sebelum menarik benang
merah atas semua masa lalu tokoh-tokoh dalam novel yang saling berkaitan. Keempat
tokoh utama, Allison, Brynn, Charm bergantian mengisahkan sesuatu berdasarkan apa
yang mereka alami dalam kurun waktu tertentu. Hanya Allison dan Brynn yang
menggunakan PoV 1 sehingga membuatku berhati-hati terhadap isi kepala mereka.
Kupikir jalan cerita
akan terus berjalan hingga akhir tanpa perkembangan yang berarti, sampai pada halaman
337 kusadari bahwa penulis berhasil mengecoh pembaca kembali setelah twist
pertama di pertengahan novel. Langkah yang bagus dan membuatku menaikkan
setengah bintang lagi, setelah awalnya berniat menyematkan 3 bintang untuk
novel ini.
Sebetulnya ada
kejanggalan yang menarik dalam novel dan aku ingin sekali mengetahui pandangan
medis tentang hal ini. Tapi menyertakannya dalam review hanya akan membocorkan salah satu twist yang
disimpan rapat oleh penulis hingga saat yang tepat. Secara umum novel ini
menawarkan pesan yang bagus, namun butuh kesabaran hingga menemukan
keistimewaan cerita menjelang ending yang cukup mengejutkan.